A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Anak
shaleh dan berakhlakul karimah menjadi dambaan setiap orang tua. Allah swt
mengajarkan agar orang tua berupaya sungguh-sungguh dan berdoa agar termasuk
orang yang shaleh, bersyukur dan mendapatkan generasi yang shaleh.
Permasalahan
yang muncul sekarang ini, seperti maraknya kekerasan, perilaku korupsi,
perusakan lingkungan, etika dan moral yang semakin menipis, serta kurangnya
tanggung jawab, itu semua karena kurangnya keteladan yang diberikan oleh para
orang tua, pemimpin, pemuka agama, lingkungan, budaya, dan ditambah lagi
penggunaan media elektronik seperti sekarang ini, semua itu bermuara dari
keluarga, karena keluaga adalah awal pendidikan sebagai pembentuk akhlak dasar
seorang anak.
Dalam Islam
keluarga dinilai sebagai unit sosial dasar masyarakat muslim yang menjadi bagian
penting dalam tata kehidupan. Tapi ada sebagian orang tua yang menafsirkan
kasih sayang dengan mencukupi kebutuhan materi semata, dan secara tidak
langsung ini mendukung anak untuk berperilaku hura-hura dan akhirnya terjerumus
kedalam hal-hal negatif lainnya. Sesungguhnya materi tidaklah menjadi jaminan
terciptanya mentalitas dan akhlak anak yang berbudi luhur. (Stave Chalke, 2005:
6-7)
Ibu
adalah sosok yang memiliki peran sangat besar dalam sebuah keluarga. Menjadi
ibu itu mudah, namun menjadi ibu yang bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya
tidak semudah menulis atau mengucapkannya. Pada kenyataannya banyak para orang
tua khususnya ibu tidak mempunyai waktu untuk anak-anak mereka karena sibuk
dengan urusan mengejar dunia, bahkan lebih parahnya lagi anak hanya
dipercayakan kepada seorang pengasuh.
Keteladanan
orang tua khususnya ibu merupakan bagian terpenting dalam membentuk karakter
anak, karakter keluarga. Karena waktu kebersamaan ibu dengan anak lebih banyak
dibandingkan dengan ayah. Dimulai sejak anak masih berada di dalam kandungan.
Sebagai
orang tua kita bisa memiliki multi fungsi bagi anak-anak kita. Adakalanya kita
harus menjadi seorang motivator ulung,
disaat yang lain kita dituntut untuk mampu menjadi seorang dokter, untuk
menganalisa dan mengobati tingkah anak sesuai dengan dosisnya, kita juga perlu
menjadi komunikator yang bisa menjembatani permasalahan anak-anak kita.
2. Rumusan
Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di uraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya
yaitu semakin menipisnya akhlak akibat kurangnya keteladanan.
Mengingat
luasnya cakupan tentang keteladanan dan keterbatasan untuk membahasnya, maka
penulis membatasi permasalahannya yaitu Keteladanan Orang Tua dan
Implementasinya Terhadap Akhlak Anak.
B. PEMBAHASAN
1. 1. Pengertian
Keteladanan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Keteladanan berasal dari kata “teladan” yang artinya
sesuatu atau perbuatan yang patut ditiru atau dicontoh. (Ananda Santoso: 411)
Secara
psikologis ternyata manusia memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini
merupakan sifat pembawaan manusia. Peneladanan ini ada dua macam yaitu sencara
segaja dan tidak sengaja. Keteladanan secara sengaja dilakukan secara formal
seperti memberikan contoh untuk melalukan sholat yang benar dan sebagainya,
sedangkan keteladanan secara tidak sengaja dilakukan secara nonformal seperti
sifat ikhlas. Tapi keteladanan yang dilakukan secara tidak formal kadang-kadang
berpengaruh lebih besar dari pada keteladanan secara formal. (Sudiyono, 2009:
288)
Konsep
keteladanan ini sudah diberikan dengan cara Allah SWT mengutus Nabi Muhammad
Saw untuk menjadi panutan yang baik bagi ummat islam sepanjag sejarah dan bagi
manusia sepanjang masa. Untuk itu para orang tua harus lebih memahami tentang
keteladanan ini, agar anak-anaknya memiliki akhlakul karimah.
Hal
ini juga dijelaskan Allah Swt dalam Al-Qur’an
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
yang
artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab: 21)
2.
Pengertian akhlak
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia “Akhlak” artinya tabiat, watak, budi pekerti,
moral. (Ananda Santoso: 411)
Sedangkan
dalam bahasa Arab Akhlak merupakan jama’ dari “Khuluq” yang mengandung beberapa
arti yaitu sebagai berikut : (Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, 2006: 15)
a. Tabiat,
yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan
diupayakan.
b. Adat,
yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusi melalui latihan, yakni
berdasarkan keinginan.
c. Watak,
yaitu cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang
diupayakan hingga menjadi adat.
Sedangkan
secara terminologi, Haji seorang khalifah dibidang akhlak pernah mengutip
pendapat Ibnu Shadaruddin Asy Syarwan, yang berkata “Akhlak adalah ilmu tentang
perbuatan-perbuatan mulia serta cara memiliki perbuatan tersebut agar menghiasi
diri, dan ilmu tentang perbuatan-perbuatan buruk serta cara menjauhinya agar
diri bersih darinya.” ((Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, 2006: 15)
Sedangkan
Ibnu Maskawih dalam kitabnya “Tahdzib Al Akhlak” menyebutkan bahwa “Akhlak
adalah suatu keadaan dalam diri yang mengajaknya kepada berbagai tindakan tanpa
perlu berfikir dan pertimbangan.”
Dari
berbagai penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa Akhlak yaitu ilmu yang
membahas tentang perbuatan mulia serta cara mengupayakan perbuatan tersebut dan
tentang perbuatan buruk serta menjauhinya.
Dalam
Islam Akhlak menempati kedudukan yang sangat penting dan dianggap memiliki fungsi yang sangat
fital dalam memandu kehidupan didunia serta cara berinteraksi dengan makhluk
hidup yang ada dibumi. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam Al-Qu’an Surah
An-Nahl Ayat 90 yang artinya : “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Pendidikan Akhlak dalam Islam diperuntukan bagi manusia yang
merindukan kebahagian dalam arti yang hakiki bukan kebahagian yang semu. Akhlak
Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai
mahkluk terhormat sesuai dengan fitrahnya, sebagaimana Rasulullah Saw
menjelaskan dalam Sabdanya yaitu : “Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua
orang dengan hartamu tapi dengan wajah yang menarik simpati dan dengan akhlak
yang baik.” (HR Abu Yu’la dan Al-Baihaqi)
Kualitas Akhlak seseorang dapat dinilai dari tiga aspek yaitu
sebagai berikut : (Abdul Majid, dan Dian Andayani, 2011: 60)
a. Konsistensi
yang dikatakan dengan yang dilakukan dengan kata lain adanya kesesuaian antara
yang dikatakan dengan yang dilakukan.
b. Konsistensi
orientasi, syakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu hal dengan
pandangan dalam bidang lain.
c. Konsistensi
pola hidup sederhana, yakni sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap
kebajikan yang pada hakikatnya adalah cerminan akhlak yang mulia.
Akhlak tidak diragukan lagi
memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan manusia.hakikat akhlak memang
bersifat individual namun berlaku dalam konteks bermasyarakat. Karenanya
pembinaan akhlak dimulai dari sebuah gerakan individual yang kemudian
diproyeksikan ke individu-individu lain, jika semua akhlak sudah tercerahkan
maka dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan bermasyarakat. Dan pembinaan
akhlak ini harus dilakukan sedini munkin yakni berawal dari keluarga sehingga
sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini bertujuan untuk
terciptanya peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
3. 2. Metode
Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an
Islam
memandang akhlak sangat penting dalam
kehidupan di dunia,
4. Pentingnya
Keteladanan Orang Tua Pada Tahun-tahun Pertama
Peran wanita
sebagai ibu dalam membentuk inteletualitas dan moralitas anak telah ada sejak
bayinya dalam kandungan. Sebagaimana dikemukakan dalam ilmu medis dan
kedokteran, bahwa janin mendapatkan makanan dari ibunya melalui plasenta. Apa
yang dimakan dan diminum oleh ibunya akan ditrasnmisikan oleh plasenta kedalam
tubuh janin. Apabila ibu itu memakan makanan yang sehat, halalan thayyiban,
baik secara material maupun prosedurer (cara memperoleh rezkinya), maka janin
itu pun akan mendapatkan menu yang sehat pula, sebaliknya, jika ibunya meminun
racun seperti menghisab rokok (nekotin) dan meminum yang memabukkan (alkohol),
janin pun tak dapat menolaknya. Ini artinya setiap tindakan, perilaku dan cara
berinteraksi ibu memberikan pengaruh yang besar bagi janin dan perkembangannya
di masa-masa mendatang. Jika tindakan-tindakan atau cara berinteraksi ibunya
baik, maka akan membentuk intelektualitas dan moralitas anak yang baik di masa
depannya. Sebaliknya, jika tindakan-tindakan atau cara berinteraksi ibunya tidak
baik, maka akan buruk bagi perkembangan anak di masa depannya. Pendeknya,
syurga dan neraka yang akan ditemukan anak sangat tergantung pada tindakan
seorang ibu kepada anaknya, terutama ketika anak-anak masih dalam kandungan.
Menjadi
orang tua merupakan pengalaman yang menabjubkan, tapi juga merupakan tanggung
jawab yang sangat besar. Apa yang kita lakukan hari ini terhadap anak akan
memberikan pengaruh yang mendasar bagi perkembangan anak dimasa mendatang, hal
ini juga dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadistnya yaitu :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَ
اْلفِتْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
“Setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan suci, tergantung orang tuanya mau menjadikannya apa,
majusi, nasrani atau yahudi”
Hadist
ini menjelaskan tentang besarnya pengaruh orang tua dalam membentuk karakter
dan akhlak anak, sebab anak yang dilahirkan itu masih suci dan tidak tau
apa-apa, dan hidup dalam lingkungan keluarga maka orang tuanyalah yang pertama
kali mengajari dan dicontoh oleh anak. Maka apapun yang dilakukan oleh orang
tua, secara sadar ataupun tidak akan diteladani oleh anak.
Hal
ini juga dijelaskan dalam teori tabularasa oleh Jhon Lock bahwa setiap anak
yang lahir itu bagaikan kertas putih yang bersih maka tergantung orang
tuanyalah mau menulis dan menjaddikannya apa. Hal ini membuktikan bahwa peran
orang tua terhadap anak sangatlah besar, oleh karena itu orang tua dituntut
untuk dapat memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya.
Sebagai
orang tua sebaiknya kita melakukan hal-hal berikut: (Abdul Majid, dan Dian Andayani, 2011: 117)
a. Tunjukan
keteladanan yang baik kepada anak
b. Arahkan
dan bimbing anak untuk selalu melakukan hal-hal positif
c. Berikan
motivasi kepada anak
d. Tanamkan
niat yang tulus kepada anak
e. Tunjukan
bahwa semua hal tidak bisa didapat secara instan, tapi melaui proses dan usaha
serta do’a
f. Ingatkan
anak untuk selalu berbuat kebaikan
g. Sentuhlah
hatinya dengan kasih sayang agar anak mencintai kebaikan.
Masa
anak-anak merupakan masa pembentukan watak yang utama. Apabila seorang anak
dibiarkan melakukan sesuatu yang kurang baik dan kemudian telah menjadi kebiasaanya, maka
sangat sukar untuk meluruskannya. Seperti pepatah bijak mengatakan ”barangsiapa
membiasakan sesuatu semenjak kecil, maka dia akan terbiasa dengannya hingga dewasa.
Imam Al-ghazali juga mengatakan bahwa anak-anak merupakan amanah bai
kedua orang tuannya. Hatinya yang masih suci merupakan mutiara yang masih polos
tanpa ukiran dan gambar. Dia siap diukir dan cenderung kepada apa saja yang
mempengaruhinya. Jika dia dibiasakan dan diajarkan untuk berbuat kebaikan, di
akan tumbuh menjadi anak yang baik. Dengan begitu, kedua orang tuanya sangat
berperan dalam membimbing dan mengarahkan anaknya agar terbentuk
intelektualitas dan moralitas anak yang baik.
Orang
tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, situasi
pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Keteladanan
orang tua khususnya ibu merupakan bagian terpenting dalam membentuk karakter
anak, karakter keluarga. Karena waktu kebersamaan ibu dengan anak lebih banyak
dibandingkan dengan ayah. Dimulai sejak anak masih berada di dalam kandungan.
Orang
tua memegang peranan yang sangat penting dan amat berpengaruh dalam pendidikan
awal sebagai pembentuk karakter dan akhlak setiap anaknya, karena sejak anak
dilahirkan orang tuanyalah yang pertama kali berada disampingnya. Oleh karena
itu ia mencontoh atau meneladani setiap yang dilakukukan orang tuanya.
Hal
ini juga dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS At-Thahrim:
6)
Al Ghazali dalam teori aklaknya juga menegaskan bahwa pentingnya
membina akhlak yang baik pada anak usia dini. Sebab anak adalah amanah bagi
orang tuanya, dan setiap anak itu mengikuti apa-apa yang menjadi
kecendrungannya. Jadi jika anak mengikuti yang baik maka ia akan mencapai
kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat dan orang tuanyapun memperoleh
pahalanya. Sedang jika anak mengikuti akhlak yang buruk ia akan menderita dunia
dan akhirat sementara orang tuanya juga ikut menanggung dosanya. (Imam
Abdul Mukmin Sa’aduddin, 2006: 15)
5. Implementasi
Keteladanan Orang Tua Terhadap Akhlak Anak
Keteladanan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembinaan akhlak islami terutama
pada anak-anak. Sebab anak-anak itu suka meniru orang-orang yang mereka lihat
baik tindakan maupun budi pekertinya.
Ketika
Rasulullah bersama Siti Khadijah mengerjakan sholat, Sayyidina Ali yang masih
kecil datang dan menunggu sampai selesai untuk kemudian menanyakan apakah yang sedang mereka lakukan ?. dan
Rasulullah saw menjawab “Kami sedang menyembah Allah, Tuhan pencipta Alam dan
seisinya, lalu Ali Spontan mengatakan ingin bergabung. Hal ini menunjukkan
bahwa keteladanan dan kecintaan kita pada anak akan mempercayai tindakan dan
perilaku orang tuanya. Memberikan keteladanan pada anak secara tidak langsung
akan membentuk akhlak anak. (Abdul
Majid, dan Dian Andayani, 2011:
117)
Hal
ini juga dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadist yang artinya “Seseorang itu
akan sama dengan orang yang dicintainya,
dan baginya apa yang di usakannya” (HR. Turmudzi). Dalam hadist ini dapat
kita lihat bahwa seseorang atau anak akan sama dengan orang yang dicintainya,
dalam hal ini orang yang paling dicintai anak
adalah orang tuanya sendiri, oleh karena itu seorang anak akan
mengidolakan orang tuanya dan berharap bisa menjadi seperti orang tuanya.
C. PENUTUP
1. 1. Kesimpulan
Konsep
keteladanan ini sudah diberikan dengan cara Allah SWT mengutus Nabi Muhammad
Saw untuk menjadi panutan yang baik bagi ummat islam sepanjag sejarah dan bagi
manusia sepanjang masa. Untuk itu para orang tua harus lebih memahami tentang
keteladanan ini, agar anak-anaknya memiliki akhlakul karimah.
Orang
Tua yang sukses bukan diukur dari banyaknya anak yang lahir, bukan diukur dari
gelar-gelar yang diperpoleh anak, dan lain-lain. Namun ibu yang sukses adalah
ibu mampu mengantarkan anaknya ke depan pintu gerbang surga.
2. 2. Saran
Dari
penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik
dari segi penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca terutama dewan juri demi kesempurnaan makalah
ini.
D. DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Santoso,
Ananda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Pustaka Dua
Chalke,
Stave. 2005. Kiat-Kiat Menjadi Orang Tua Teladan. Jogjakarta:
Inspirasi Buku Utama
Sudiyono.
2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Majid,
Abdul dan Andayani, Dian. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif
Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sa’aduddin,
Imam Abdul Mukmin. 2006. Meneladani Akhlak Nabi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar